BAB II
PEMBAHASAN
“Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuanyang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyuk,laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar”.
Imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya menyebutkan riwayat dari Ibnu Abbas ra bahwa ayat ini turun berkenaan dengan pertanyaan para wanita: “Mengapa dalam Al-Qur’an disebutkan paralaki-laki sementara para wanita tidak?” Maka turunlah ayat ini.
Jauh sebelum mempoklamirkan emansipasi wanita, Islam telah lebih dahulu mengangkat derajat wanita dari masa pencampakan wanita di era jahiliah ke masa kemuliaan wanita. Dari ayat di atas kita bisa melihat betapa Islam tidak membedakan antara wanita dan laki-laki. Semua sama di hadapan Allah SWT, dan yang membedakan mereka di hadapan Allah adalah mereka yang paling bertaqwa, taqwa dalam artian menjalankan segala perintahNya dan menjauhi segala laranganNya. Mari kita meneropong kebelakang. Pada awal-awal berdirinya Islam telah banyak wanita-wanita yang berjaya, mereka adalah Aisyah binti Abu Bakar(wafat 58 H), Hafsah bintiUmar (wafat 45 H), Juwairiah binti Harits bin Abu Dhirar (wafat 56 H), Khadijah bintiKhuwailid (wafat 3 SH), Maimunah binti Harits (wafat 50 H/670 M), Ummu Salamah (wafat 57H/676 M), Zainab binti Jahsy (wafat 20 H), Fatimah binti Muhammad (wafat 11 H), Ummi Kultsum binti Muhammad (wafat 9 H/639 M), Zainab binti Muhammad (wafat 8 H.) dan lain sebagainya. Merekalah yang telah memberikan suri tauladan yang sangat mulia untuk keberlangsungan emansipasi wanita, bukan saja hak yang mereka minta akan tetapi kewajiban sebagai seorang wanita, istri,anak atau sahabat mereka ukir dengan begitu mulianya.
Tidak diragukan lagi bahwa wanita di masa jahiliah tidak memiliki nilai sedikitpun dalam kehidupan manusia. Mereka tak ubahnya binatang ternak, yang tergantung kemauan penggembalanya. Mereka ibarat budak piaraan yang tergantung kemauan tuannya. Sesungguhnya, status sosial wanita menurut bangsa Arab sebelum Islam sangatlah rendah. Hingga sampai pada tingkat kemunduran dan keterpurukan, kelemahan dan kehinaan, yang terkadang keadaannya sangat jauh dari martabat kemanusiaan. Hak-hak mereka diberangus meskipun hanya menyampaikan sebuah ide dalam urusan hidupnya. Tidak ada hak waris baginya selama dia sebagai seorang perempuan. Sedangkan dalam islam kaum wanita memiliki kedudukan yang tinggi dan memiliki hak yang sama dalam mengamalkan agama. Di mana Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memperlakukan mereka dan membebankan hukum-hukum syariat sesuai dengan fitrah penciptaannya. Hal ini masuk dalam keumuman firman-Nya (yang artinya): “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.”
(Al-Baqarah:286). Islam juga telah mengabadikan nama wanita yang dalam bahasa Arab An-nisa kedalam salah satu surat dalam Al-quran, dan islam juga tidak melarang wanita untuk berperang atau berjihad di jalan Allah SWT melawan orang-orang kafir, dalam hadits yang diriwayatkan oleh seorang sahabat wanita terkemuka Ar-Rubayyi’ binti Mu’awwidz ra berkata : ”Kami pernah bersama nabi SAW dalam peperangan, kami bertugas memberi minum para prajurit, melayani mereka, mengobati yang terluka, dan mengantarkan yang terluka kembali ke Madinah.” Ummu Haram ra, yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik ra , dimana ia berkata: Nabi Muhammad SAW bersabda : “Sejumlah orang dari ummatku menawarkan dirinya sebagai pasukan mujahid fi sabilillah. Mereka mengarungi permukaan lautan bagaikan raja-raja di atas singgasananya.” Lalu tiba-tiba Ummu Haram ra berkata: “Ya Rasulullah, doakan saya termasuk diantara mereka itu.” Lalu Nabi SAW mendoakannya. Hal ini menunjukkan bahwa dalam islam memang ada yang disebut emansipasi wanita dari zaman jahiliah dimana wanita diperlakukan buruk hingga ditinggikan kedudukannya dalam islam.
Lantas, bagaimana sebenarnya pandangan islam tentang emansipasi wanita itu sendiri? Persamaan hak untuk dilindungi oleh hukum, mendapatkan gaji yang setara dengan laki laki jika berada di kedudukan atau kemampuan yang sama, dan lain sebagainya adalah segelintir contoh dibolehkannya persamaan hak dengan kaum pria. Makna emansipasi wanita yang benar, adalah perjuangan kaum wanita demi memperoleh hak memilih dan menentukan nasib sendiri. Dalam pandangan Islam wanita yang baik adalah wanita yang seoptimal mungkin menurut konsep al-quran dan assunnah. Ialah wanita yang mampu menyelaraskan fungsi, hak dan kewajibannya:
- Seorang hamba Allah ( At-Taubah 71 )
- Seorang istri ( An-Nisa 34)
- Seorang ibu ( Al-Baqoroh 233 )
- Warga masyarakat (Al-furqan 33)
- Da’iyah ( Ali Imran104 -110)
Sesungguhnya islam memberikan hak-hak wanita dengan sempurna. Islam menempatkan wanita di tempat yg sesuai pada tiga bidang :
- Bidang Kemanusiaan : Islam mengakui haknya sebagai manusia dengan sempurna sama dengan pria.Umat-umat yang lampau mengingkari permasalahan ini.
- Bidang Sosial : Telah terbuka lebar bagi mereka di segala jenjang pendidikan di antara mereka menempati jabatan-jabatan penting dan terhormat dalam masyarakat sesuai dengan tingkata manusianya masa kanak-kanak sampai usia lanjut. Bahkan semakin bertambah usianya semakin bertambah pula hak-hak mereka usia kanak-kanak; kemudian sebagai seorang isteri sampaimenjadi seorang ibu yang menginjak lansia yang lebih membutuhkan cinta kasih dan penghormatan.
- Bidang Hukum : Islam memberikan pada wanita hak memiliki harta dengan sempurna dalammempergunakannya tatkala sudah mencapai usia dewasa dan tidak ada seorang pun yang berkuasa atasnya baik ayah suami atau kepala keluarga.
Firman Allah SWT dalam Al-Qur’an :
“Barang siapa yang mengerjakan amal shaleh, baik ia laki-laki maupun perempuan sedang ia yang beriman, maka mereka itu mask kedalam sorga dan merka tidak dianiaya sedikitpun”. (Al-Qur’an S. An-Nisaa’ ayat 124)
“Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan berfirman): “Sesungguhnya Aku tidk menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal diantara kamu,baik laki-laki atau perempuan,(karena) sebagian kamu adalah turunan dari sebagian yang lain.”
(Al-Qur’an S. Ali Imran 195 )
Sebenarnya emansipasi dalam kehidupan manusia menurut pandangan islam adalah sesuatu yang wajar dan harus terjadi, agar berkembangnya budaya dan pola kehidupan manusia dialam semesta ini, karena manusia diciptakan oleh Allah SWT, dipermukaan bumi ini mempunyai hak dan kemerdekaan yang sama (bisa di lihat dalm surat An-Nisaa’ :1, An-Nahl :97,At-Taubah :72). Apalagi mengingat kedudukan wanita, peran dan fungsinya dalam kehidupankeluarga maupun bangsa amat penting, sebab dari merekalah anak-anak tumbuh dan tergantung.Kepada merekalah baik dan buruk karakter anak-anak, oleh karena itu, tidak berlebihan seorang ahli hikmah menggambarkan kaum wanita sebagai Tiang atau soko guru suatu bangsa dalamsebuah ungkapan :
“Wanita adalah Tiang bangsa, jika mereka baik maka baiklah bangsa itu dan jika mereka buruk (rusak moralnya) maka buruklah bangsa itu”.
Namun dalam kehidupan manusia dewasa ini banyak kita temui wanita-wanita karier yang berprestasi lengah terhadap urusan, yang justru sebagai kewajibannya yang amat vital (keluarganya), Kepribadiannya dan watak serta fitrah yang diberikan Allah SWT. Oleh karena kesalahan pengertian emansipasi sebagai sama hak dan kewajiban secara mutlak tanpa batas, yang justru merendahkan citra kaum wanita itu sendiri. Sebagai contoh terlihat dalam prakteknya perburuhan, pekerjaan wanita dikerjakan pada malam hari, bekerja di kantor tanpa mengenal waktu, menjadi kondektur bis atau menjadi sopir-sopir truk ataupun taxi, bahkan ada yang sangat lucu sekali, ada team sepak bola wanita, ini kan sangat tidak lazim sekali. Mempertontonkan bentuk tubuh di muka umum. Jika ini yang terjadi pada emansipasi wanita, ini akan menjadikan hal yang sangat tidak sehat. Dalam penerapan emansipasi pada dewasa ini, dapat terlihat dua segi :
Pertama : Segi positif yaitu dalam penerapannya mempunyai sasaran yang tepat dan terarah sesuai dengan peraturan agama dan moral yang berlaku.
Kedua : Segi negatif yaitu kesalahan penerapan dalam praktek atau pola kehidupan yang tidak sesuai dengan akal sehat yang tentunya tidak dibenarkan oleh agama,sebagaimana contoh-contoh di atas.
Karena pengertian emansipasi itu bervariasi, masing-masing kelompok wanita atau individu mereka punya pandangan dari sudut kepentingan yang berbeda-beda. Sebenarnya,emansipasi itu tidak sekedar persamaan hak atau kewajiban dengan kaum pria dalam arti kata yang sempit, akan tetapi harus ada batas-batas yang justru di ikuti dan disetujui oleh fitrah wanita itu sendiri. Sedang banyak kaum wanita memaksakan pengertian emansipasi sebagai persamaan hak dan kewajiban tanpa batas, justru merugikan derajat dan harkat wanita itu sendiri.
Jika seruan emansipasi bermotif:
- Memperjuangkan hak-hak kaum wanita sehingga sama dalam kehidupan dengan hak-hak kaum lelaki,
- Mengangkat kedudukan kaum wanita agar setara dengan kaum lelaki dalam semua aspek kehidupan,
- Memerdekakan kaum wanita dari belenggu keterbelakangan sehingga sama dengan kaum lelaki dalam kemajuan,
Tentunya prinsip emansipasi yang demikian sangatlah bertentangan dengan keadilan Islam sebagai agama yang telah mengatur kehidupan setiap manusia, sekaligus juga menyelisihi kandungan keindahan wahyu. Di mana wahyu telah memisahkan serta menentukan bagi laki-lakidan wanita adanya hak serta kewajiban yang tidak sama. Begitu juga, wahyu telah menentukan perbedaan-perbedaan dalam banyak perkara, seperti adanya perbedaan dalam hal penciptaan,bersuci, shalat, pelaksanaan jenazah, zakat, puasa dan I’tikaf, haji, aqiqah, jihad, kepemimpinan dan perang, nikah, talak, khulu’, li’an dan ‘iddah, hukum had dan qishash, serta perbedaan dalammasalah hak waris. (Kasyful Wa’tsa’ karya Asy-Syaikh Yahya Al-Hajuri). Berjalan di atasketentuan wahyu, sesungguhnya adalah sebuah pengangkatan, perjuangan dan kemerdekaan bagikaum wanita yang sesuai dengan fitrah penciptaan mereka.
Pada hakikatnya kita harus menerima kalau Allah menjadikan Laki-laki itu pemimpin bagi wanita. Kita juga harus tahu bahwa Hawa diciptakan Allah untuk menemani Adam,bukan untuk menyaingi Adam.
Hal inilah yang dijadikan propaganda oleh bangsa barat dengan mengatasnamakan emansipasi wanita. Propaganda emansipasi wanita adalah sebuah lagu lama yang diembuskan oleh musuh-musuh Islam yang bertujuan untuk menghancurkan Islam dan kaum muslimin. .Selama kaum muslimin terutama kaum wanitanya konsekuen dengan agama dan Sunnah Nabi, tentunya kehidupan mereka akan baik dan bersih. Dengannya mereka akan mengetahui seluk-beluk musuh. Ini semua membuat benci musuh-musuh Islam khususnya Yahudi dan Nasrani. Maka disebarkanlah paham baru ini, emansipasi wanita, untuk memecah belah umat Islam, memperluas kerusakan di antara mereka, mengeluarkan para wanita dari rumah-rumah pingitan, serta menghilangkan rasa malu dari mereka. Setelah semuanya itu terjadi, akan mudah bagi Yahudi dan Nasrani untuk menguasai dunia Islam serta menghinakan kaum muslimin.
Propaganda emansipasi ini disambut hangat oleh orang-orang yang di dalam hati mereka ada penyimpangan dan penyelewengan. Orang yang hidupnya tidak lain kecuali melampiaskan hawa nafsu birahi semata. Bahkan dukungan-dukungan materi mengucur deras untuk melariskan propaganda ini. Dukungan terhadap propaganda Yahudi untuk menghancurkan Islam dan kaum muslimin ini dipimpin oleh Persatuan Yahudi Internasional dan Salibisme seperti:
- Markus Fahmi, seorang Nasrani, menerbitkan buku yang berjudul Wanita di Timur tahun1894 M. Dia menyerukan wajibnya menanggalkan hijab atas kaum wanita, pergaulan bebas, talak dengan syarat-syarat tertentu dan larangan kawin lebih dari satu orang.
- Huda Sya’rawi, seorang wanita didikan Eropa yang setuju dengan tuan-tuannya untuk mendirikan persatuan istri-istri Mesir. Yang menjadi sasarannya adalah persamaan hak talak seperti suami, larangan poligami, kebebasan wanita tanpa hijab, serta pergaulan bebas.
- Ahli syair, Jamil Shidqi Az-Zuhawis. Dalam syairnya, dia menyuruh kaum wanita Irak membuang dan membakar hijab, bergaul bebas dengan kaum pria. Dia juga menyatakan bahwa hijab itu merusak dan merupakan penyakit dalam masyarakat. (Lihat secara ringkas risalah Al-Huquq Az-Zaujiyah fil Kitab was Sunnah wa Bayanu Dawati Hurriyyati Al-Mar`ah karya Hasyim bin Hamid bin Ajil Ar-Rifai)
Propaganda emansipasi wanita jelas-jelas menghancurkan prinsip ketundukan terhadap segala ketentuan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan pasrah menerima segala keputusan-Nya.Padahal semuanya dibangun di atas ilmu-Nya, keadilan, dan kebijaksanaan-Nya.
BAB III
KESIMPULAN
Makna emansipasi wanita menurut pandangan islam adalah perjuangan kaum wanita demi memperoleh hak memilih dan menentukan nasib sendiri. Emansipasi tidak sekedar persamaan hak dan kewajiban dengan kaum pria dalam arti sempit, tetapi juga harus ada batas-batas yang tetap harus diikuti dan disetujui oleh fitrah wanita itu sendiri. Apabila fitarh itu dilanggar, akan mengakibatkan kehancuran islam, karena wanita adalah tiang agama.
Pada hakikatnya, emansipasi wanita dibenarkan dalam pandangan islam sejauh tidak melanggar batas-batas- yang ditentukan. Akan tetapi, wanita masa kini harus menyiapkan dan meningkatkan kualitas keislaman agar tidak terpengaruh dengan slogan-slogan barat yang akan menghancurkan pilar-pilar islam.